Kondom mampu mencegah penularan HIV/AIDS. Benarkah pernyataan tersebut? Apakah kondom benar-benar efektif mencegah penularan HIV/AIDS?
Efektivitas penggunaan kondom guna menangkal penularan HIV/AIDS banyak diragukan sejumlah pakar, tidak saja ahli dalam negeri tetapi juga banyak peneliti internasional. Walaupun demikian, ada juga sejumlah “pakar” yang menyangkalnya dan meyakini bahwa kondom efektif untuk menangkal virus HIV/AIDS. Polemik ini baru menyentuh masalah teknis, belum psikologi massa, dan juga aspek sosiologis.
Salah seorang pakar di negeri ini yang gencar mengkampanyekan rendahnya efektivitas penggunaan kondom sebagai pelindung dan sebagai penangkal penyebaran virus HIV/AIDS adalah Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari. Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini sejak bertahun-tahun lalu tidak bosan-bosannya menyerukan kepada masyarakat dan juga pemerintah tentang fakta ilmiah tersebut.
Menurut Dadang, “Di Indonesia, masih saja ada kelompok masyarakat yang menyatakan kondom seratus persen aman. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian. Survei di lapangan dan penelitian di laboratorium membuktikan bahwa penggunaan kondom hanya dapat mereduksi resiko penularan, tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali resiko penularan virus HIV/AIDS.”
Beberapa temuan ilmiah seputar rendahnya efektivitas kondom bagi upaya penyebaran virus HIV/AIDS, dipaparkan seperti dibawah ini:
• Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima (1993) menyatakan bahwa efektivitas kondom diragukan.
• Pernyataan J. Mann (1995) dari Harvard AIDS Institute yang menyatakan bahwa tingkat keamanan kondom hanya tujuh puluh persen.
• Penelitian yang dilakukan oleh Carey (1992) dari Division of Physical Science, Rockville, Maryland, USA, menemukan kenyataan bahwa virus HIV dapat menembus kondom. Dari 89 kondom yang diperiksa (yang beredar dipasaran) ternyata 29 darinya terdapat kebocoran, atau dengan kata lain tingkat kebocoran kondom mencapai tiga puluh persen.
• Dalam konferensi AIDS Asia Pasific di Chiang Mai, Thailand (1995), dilaporkan bahwa penggunaan kondom aman tidaklah benar.
• Disebutkan bahwa pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang, sedangkan bila dalam keadaan meregang, lebar pori-pori tersebut mencapai sepuluh kali. Sementara ukuran virus HIV berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV dapat dengan leluasa menembus kondom.
• Laporang dari Customer Report Magazine (1995) menyatakan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat pori-pori kondom yang sepuluh kali lebih besar dari virus HIV.
• M. Potts (1995), Presiden Family Health Internasional, salah seorang pencipta kondom mengakui, “Kami tidak dapat memberitahukan kepada banyak orang sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang. Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk ke dalam kehidupan yang memiliki resiko tinggi (seks bebas dan pelacuran) ini untuk memakai kondom sama saja artinya dengan menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk ke lehernya.”
• V. Cline (1995), professor Psikologi Universitas Uttah, Amerika Serikat, menegaskan bahwa memberi kepercayaan kepada remaja atas keselamatan berhubungan seksual dengan menggunakan kondom adalah sangat keliru. Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan.
• Pakar AIDS, R. Smith (1995), setelah bertahun-tahun mengikuti ancaman AIDS dan penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan “safe sex” dengan cara mengunakan kondom sebagai “sama saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya, beliau mengetengahkan pendapat bahwa penularan/penyebaran HIV/AIDS dapat diberantas dengan cara menghindari hubungan seks diluar nikah.
• Di Indonesia pada tahun 1996 yang lalu, kondom yang diimpor dari Hongkong ditarik dari peredaran karena lima puluh persen bocor.
• Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Biran Effendi (2000) menyatakan bahwa tingkat kegagalan kondom dalam Keluarga Berencana (KB) mencapai dua puluh persen. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Prof. Dr. Haryono Suyono (1994) bahwa kondom dirancang untuk Keluarga Berencana dan bukan untuk mencegah HIV/AIDS.
• Dapat diumpamakan bahwa besarsnya sperma seperti ukuran jeruk garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seperti ukuran titik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegagalan kondom untuk program Keluarga Berencana saja mencapai dua puluh persen, apalagi untuk program HIV/AIDS, maka akan lebih besar lagi tingkat kegagalannya. (Majalah Eramuslim Digest, Edisi Koleksi 5)
Intinya, jika ingin mencegah penyebaran HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya adalah dengan menjauhi zina. Tampaknya, kondom hanya alat yang dibuat supaya seseorang aman dan nyaman berbuat zina. Kalaupun pada suatu saat nanti ditemukan kondom yang benar-benar aman dari virus HIV/AIDS, lalu apakah para pezina itu aman dan nyaman dari murka Allah? Silahkan nilai sendiri..
Muhammad Zulfikar
KaBid P3A HMI Komisariat Sriwijaya
Kritik terhadap PEKAN KONDOM NASIONAL
Silahkan banjiri penolakan anda pada :
1. Halo Kemkes 021500567 (opr time, hari kerja pk 08-16 WIB)
2. Sms 0812 815 62620
3. Email kontak@kemkes.go.id
Lindungi keluarga kita dari maksiat dan adzab Allah Ta’ala.
Logika program ini mengandung sesat pikir.
PERTAMA, Program ini tidak menyelesaikan akar masalahnya. Akar masalahnya adl perilaku seks bebas (free sex).
Kampanye penggunaan kondom untuk pelaku seks beresiko ini seolah justru berkata “silahkan melakukan seks beresiko asal pakai kondom”.
Seks beresiko adalah seks dengan yang bukan isteri/suami. Maka kampanye kondom sama artinya, “silahkan melakukan seks bebas termasuk zina asal pakai kondom.” Maka progam kondomisasi sama artinya kampanye dan mensponsori seks bebas.
KEDUA, Pada Konferensi AIDS se-Dunia di Chiangmai, Thailand tahun 1995, diumumkan hasil penelitian ilmiah bahwa kondom tidak dapat mencegah penularan HIV/AIDS.
Sebab ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60 mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 mikron saat dipakai.
Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron. Jelas virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom. Maka, jika dikatakan kondomisasi dapat menangkal penularan virus HIV/AIDS, itu jelas menyesatkan dan membodohi masyarakat.
KETIGA, program kondomisasi justru menyuburkan perilaku seks bebas. Para pelaku justru mendapat pembenaran untuk melakukan perzinaan. Toh pikir mereka, yang penting dilakukan dengan aman (pakai kondom)
http://
Tidak ada komentar:
Posting Komentar